Shalat sunnah wudhu adalah shalat yang sangat
dianjurkan untuk dikerjakan setiap kali selesai berwudhu. Ibadah ini tampak
sederhana, tetapi memiliki keutamaan yang besar.
Dalil Shalat Sunnah Wudhu
Beberapa hadits yang menganjurkan shalat
sunnah wudhu:
1.
Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim:
حَدِّثْنِي
بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمَلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ، إِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ
فِي الْجَنَّةِ
Artinya: "Tolong ceritakan kepadaku amal yang
menjadi harapan terbesarmu yang telah kamu lakukan setelah masuk Islam, karena
aku sempat mendengar suara kedua sandalmu di surga."
Sahabat Bilal menjawab:
مَا عَمِلْتُ
عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ
أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
Artinya: "Aku tidak melakukan suatu amal yang lebih
aku harapkan pahalanya di sisiku daripada amalku di mana aku tidak bersuci di
waktu malam atau siang kecuali aku shalat dengan kesucian tersebut dengan
shalat yang telah aku sanggupi untuk melakukannya." (HR al-Bukhari dan
Muslim).
2.
Imam
Zakariya al-Anshari:
مَنْ تَوَضَّأَ
فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُحَدِّثْ فِيهِمَا نَفْسَهُ
غَفَرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Siapa saja yang berwudhu, lalu
menyempurnakan wudhunya dan shalat dua rakaat dengan tidak berbicara kepada
dirinya sendiri (dengan urusan duniawi) dalam dua rakaat tersebut, maka
diampuni dosanya yang telah lalu." (Zakariya al-Anshari, Tuhfatuth Thullâb
bi Syarhi Tahrîri Tanqîhil Lubab dicetak bersama Hâsiyyah asy-Syarqâwi, juz I,
halaman 301).
3.
Hadits
Riwayat Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i:
مَا مِنْ أَحَدٍ
يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يَقْبَلُ بِقَلْبِهِ
وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Artinya: "Tak seorang pun yang berwudhu kemudian
melakukannya secara sempurna, dan shalat dua rakaat dengan sepenuh jiwa dan
raganya, kecuali pasti masuk surga." (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan
lain-lain).
Waktu Pelaksanaan
Shalat sunnah wudhu dianjurkan untuk
dilaksanakan setiap kali selesai berwudhu, baik karena hadats maupun mujaddad
(wudhu yang diperbarui).
Niat Shalat Sunnah Wudhu
Lafal niat shalat sunnah wudhu adalah:
أُصَلِّي سُنَّةَ الْوُضُوءِ رَكْعَتَيْنِ
لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal uudhu‘i rak’ataini lillahi
ta’ala.
Artinya: "Saya niat shalat sunnah Wudhu
dua rakaat karena Allah ta’ala".
Jumlah rakaatnya tidak harus dua, boleh lebih
asalkan kelipatan dua.
Doa Setelah Shalat Sunnah Wudhu
Berikut adalah beberapa bacaan doa yang dianjurkan
setelah shalat sunnah wudhu dan diakhiri dengan membaca surah Al-Fatihah.
1.
Membaca
Tasbih, Tahmid, Takbir (3x):
سُبْحَانَ
اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Subhaanallaahi walhamdu lillaahi walaa ilaaha illallaahu
walloohu akbar (3x)
Artinya: Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, tidak
ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar.
2.
Doa
Memohon Ampunan dan Petunjuk:
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَخَطَايَايَ كُلَّهَا اَللّٰهُمَّ انْعِشْنِيْ
وَاجْبُرْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ،
إِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِصَالِحِهَا وَلَا يَصْرِفُ عَنْ سَيِّئِهَا إِلَّا أَنْتَ
Alloohummaghfirlii dzunuubii wakhothooyaaya kullahaa.
Alloohumman’isynii wajburnii warzuqnii wahdinii lishoolihil a’maali wal
akhlaaq, innahuu laa yahdii lishoolihihaa walaa yashrifu ‘an sayyi-ihaa illaa
anta
Artinya: Ya Allah ampunilah segala dosa dan kesalahanku,
ya Allah, angkatlah derajatku, bantulah aku, karuniakanlah aku, tunjukilah aku
kepada amal dan akhlaq yang baik. Karena tidak ada yang dapat menunjukkan
kearahnya dan juga tidak ada yang bisa memalingkan dari yang buruk kecuali
Engkau.
3.
Doa
Memohon Rahmat dan Ilmu:
اَللّٰهُمَّ
إِنِّيْ أَسْتَغْفِرُكَ لِذَنْبِيْ وَأَسْأَلُكَ رَحْمَتَكَ. اَللّٰهُمَّ زِدْنِيْ
عِلْمًا، وَلَا تُزِغْ قَلْبِيْ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنِيْ وَهَبْ لِيْ مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Alloohumma innii astaghfiruka lidzambii wa as-aluka
rohmatak. Alloohumma zidnii ‘ilmaa, walaa tuzigh qolbii ba’da idzhadaitanii
wahablii milladunka rohmatan innaka antal wahhaab
Artinya: Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu atas
segala dosaku, dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahkanlah ilmu
kepadaku dan janganlah Engkau condongkan hatiku kepada kesesatan setelah Engkau
berikan petunjuk kepadaku. Dan karuniailah aku rahmat dari sisi-Mu, karena
sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.
4.
Doa
Memohon Petunjuk dan Perlindungan:
اَللّٰهُمَّ
أَلْهِمْنِيْ رُشْدِيْ وَأَعِذْنِيْ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ
Allohumma alhimnii rusydii wa a’idznii minsyarri nafsii (3x)
Artinya: Ya Allah, ilhamilah daku dengan kebijaksanaan
dan hindarkanlah diriku dari nafsu-nafsu (keinginan-keinginan) yang jelek.
5.
Doa
Tawakal dan Kembali kepada Allah:
رَبَّنَا عَلَيْكَ
تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Robbanaa ‘alaika tawakkalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal
mashiir
Artinya: Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami
bertawakkal, dan hanya kepada Engkau kami bertaubat, dan hanya kepada Engkau
tempat kembali.
Pendapat Mazhab Syafi'iyah
Mazhab Asy-Syafi'iyah memandang hukum shalat
sunnah sesudah wudhu’ sebagai sunnah muakkadah, bahkan tetap dianjurkan
dikerjakan meski pada waktu-waktu terlarang.
Ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa
larangan sholat pada waktu-waktu tertentu berlaku untuk sholat sunnah mutlak
(tanpa sebab). Namun, untuk sholat sunnah yang memiliki sebab yang jelas dan
mendahului, seperti sholat wudhu (yang sebabnya adalah wudhu yang telah
dilakukan) dan sholat tahiyatul masjid (yang sebabnya adalah masuk masjid),
hukumnya tetap dibolehkan (tidak haram) meskipun dilakukan pada waktu
terlarang.
Referensi dari Kitab-Kitab Fiqih
Berikut adalah beberapa referensi dari
kitab-kitab fiqih yang mendukung pandangan ini:
1.
Kitab:
Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj
(نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج)
o
Karya:
Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ar-Ramli (dari mazhab Syafi'i).
فَالصَّلَاةُ
الَّتِي لَهَا سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ
تُكْرَهُ فِعْلُهَا فِي أَوْقَاتِ النَّهْيِ، وَالْمُعْتَمَدُ خِلَافُهُ وَهُوَ
الْجَوَازُ
o
Terjemahan:
"Maka sholat yang memiliki sebab yang mendahului,
seperti sholat wudhu dan tahiyatul masjid, hukumnya makruh dikerjakan pada
waktu-waktu yang dilarang (menurut satu pendapat), sedangkan pendapat yang
mu'tamad (kuat/dipegang) adalah sebaliknya, yaitu dibolehkan (jaiz)."
o
Juz 2,
halaman 135 (cetakan Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah)
2.
Kitab:
Mughni al-Muhtaj ila Ma'rifah Ma'ani Alfazh al-Minhaj
(مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج)
o
Karya:
Imam Muhammad bin Ahmad al-Khathib asy-Syirbini (dari mazhab Syafi'i).
وَ) لَا (ذَاتَ
سَبَبٍ) كَتَحِيَّةِ مَسْجِدٍ وَصَلَاةِ وُضُوءٍ (فِي الْأَوْقَاتِ الْخَمْسَةِ)
لِأَنَّهَا مُسْتَثْنَاةٌ مِنَ النَّهْيِ بِدَلِيلِ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلَالٍ: «إِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ»
فَقَالَ بِكُلِّ صَلَاةٍ صَلَّاهَا بَعْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
o
Terjemahan:
"(Dan tidak dilarang sholat) yang memiliki sebab,
seperti tahiyatul masjid dan sholat wudhu, pada lima waktu tersebut, karena
sholat-sholat ini dikecualikan dari larangan berdasarkan dalil sabda Nabi SAW
kepada Bilal: 'Sesungguhnya aku mendengar suara terompahmu di surga', lalu
Bilal menjawab karena setiap sholat yang dia kerjakan setelah setiap kali
wudhu."
o Juz 1, halaman 424 (cetakan Dar al-Fikr)
3.
Kitab:
Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin
o
Karya:
Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi (Imam Nawawi).
ذَوَاتُ
الْأَسْبَابِ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَصَلَاةِ الْكُسُوفِ
وَالِاسْتِسْقَاءِ وَالْجِنَازَةِ لَا تُكْرَهُ فِي هَذِهِ الْأَوْقَاتِ بَلْ
تُسْتَحَبُّ
o
Terjemahan:
"Sholat yang memiliki sebab, seperti sholat wudhu,
sholat tahiyatul masjid, sholat gerhana, sholat istisqa', dan sholat jenazah,
tidak makruh dilakukan pada waktu-waktu (yang diharamkan sholat sunnah mutlak)
tersebut, bahkan disunnahkan."
o
Juz: 1,
H. 332.
4.
Kitab:
Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab
o
Karya:
Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi (Imam Nawawi) (Mazhab Syafi'i).
قَالَ
الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ: لَا تُكْرَهُ الصَّلَاةُ الَّتِي لَهَا سَبَبٌ فِي
أَوْقَاتِ النَّهْيِ، كَصَلَاةِ الْكَسُوفِ، وَسُجُودِ التِّلَاوَةِ، وَصَلَاةِ
الْجِنَازَةِ، وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ، وَصَلَاةِ الْوُضُوءِ، وَصَلَاةِ
الِاسْتِسْقَاءِ بِلَا خُطْبَةٍ.
o
Terjemahan:
"Imam Syafi'i dan para pengikutnya (ashhab) berkata:
Tidak makruh sholat yang memiliki sebab pada waktu-waktu terlarang, seperti
sholat gerhana, sujud tilawah, sholat jenazah, tahiyatul masjid, sholat wudhu,
dan sholat istisqa tanpa khutbah."
o
Juz: 3,
Halaman: 147
5.
Kitab:
Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid
o
Karya:
Ibnu Rusyd (Mazhab Maliki, tetapi bersifat komparatif).
وَأَمَّا
ذَوَاتُ الْأَسْبَابِ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَسُجُودِ
التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ، فَإِنَّ الْجُمْهُورَ عَلَى جَوَازِهَا فِي أَوْقَاتِ
الْكَرَاهَةِ
o
Terjemahan:
"Adapun sholat-sholat yang memiliki sebab, seperti
sholat wudhu, tahiyatul masjid, sujud tilawah, dan sujud syukur, mayoritas
ulama berpendapat boleh (jawaz) melakukannya pada waktu-waktu yang dimakruhkan
(terlarang)."
o
Juz: 1,
Halaman: 316
6.
Kitab:
Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj
o
Karya:
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ar-Ramli (Imam Ar-Ramli) (Mazhab Syafi'i).
وَمَا لَهُ
سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَالطَّوَافِ وَالْجِنَازَةِ وَغَيْرِهَا
فَيَجُوزُ فِعْلُهُ فِي أَوْقَاتِ الْكَرَاهَةِ
o
Terjemahan:
"Dan sholat yang memiliki sebab yang mendahului,
seperti sholat wudhu, sholat tawaf, sholat jenazah, dan lainnya, maka
dibolehkan melakukannya pada waktu-waktu yang dimakruhkan."
o
Juz: 1,
Halaman: 451
PENGECUALIAN WAKTU YANG SANGAT TERLARANG
Meskipun mayoritas ulama membolehkan sholat
sunnah wudhu pada waktu yang dilarang, terdapat pengecualian pada waktu-waktu
yang sangat terlarang, seperti saat matahari tepat di tengah (istiwa'), terbit,
atau terbenam. Pada waktu-waktu ini, larangan untuk melaksanakan sholat sangat
kuat, dan bahkan sholat yang memiliki sebab pun sebaiknya dihindari.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa mayoritas ulama, terutama dari mazhab Syafi'i, membolehkan sholat sunnah
wudhu pada waktu-waktu yang dilarang untuk sholat sunnah mutlak. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa sholat wudhu memiliki sebab yang mendahului, yaitu
wudhu itu sendiri. Namun, perlu diperhatikan pengecualian pada waktu-waktu yang
sangat terlarang, seperti saat matahari tepat di tengah, terbit, atau terbenam.
Tata Cara Lain Shalat Sunnah Wudhu
Rakaat pertama: setelah Al-Fatihah, membaca surah Al-Kafirun dan Rakaat kedua: setelah Al-Fatihah, membaca
surah Al-Ikhlas. Dan setelah membaca do’a Tasyahud Akhir dan sebelum salam, membaca
dzikir berikut 10 kali:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ
أَكْبَرُ
Setelah salam, membaca doa berikut sebanyak
10 kali:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ
الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Allahumma inni a'udzubika min dhiqid-dunya wa
dhiqi yaumal-qiyamah
Terjemahan: Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesempitan dunia dan kesempitan hari
kiamat.
Do'a di atas diambil dari Sunan Abi Da’ud,
Kitab: 43, Hadits: 5085
قَالَ (شَرِيقٌ الْهَوْزَنِيُّ) دَخَلْتُ عَلَى
عَائِشَةَ رضى الله عنها فَسَأَلْتُهَا بِمَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَفْتَتِحُ
إِذَا هَبَّ مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَتْ لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ شَىْءٍ مَا
سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ كَانَ إِذَا هَبَّ مِنَ اللَّيْلِ كَبَّرَ عَشْرًا
وَحَمِدَ عَشْرًا وَقَالَ " سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ "
عَشْرًا وَقَالَ " سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ " عَشْرًا
وَاسْتَغْفَرَ عَشْرًا وَهَلَّلَ عَشْرًا ثُمَّ قَالَ " اللَّهُمَّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ "
عَشْرًا ثُمَّ يَفْتَتِحُ الصَّلاَةَ
Syariq Al-Hauzani berkata: Aku masuk menemui
Aisyah RA, lalu aku bertanya kepadanya, "Dengan apa Rasulullah ﷺ memulai (shalat) jika bangun di malam hari?" Aisyah
menjawab, "Sungguh, engkau telah menanyakan kepadaku tentang sesuatu yang
belum pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Jika beliau bangun di malam
hari, beliau bertakbir sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, dan
mengucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
"Subhaanallaahi wabihamdihi" (Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya) sepuluh
kali, dan mengucapkan:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
"Subhaanal malikil quddus" (Maha Suci Raja Yang Maha Suci) sepuluh kali, dan beristighfar
sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali, kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ
الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Allahumma inni a'udzubika min
dhiqid-dunya wa dhiqi yaumal-qiyamah" (Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesempitan dunia dan kesempitan hari
kiamat) sepuluh kali, kemudian beliau memulai shalat."
Wallahu a'lam.