Shalat sunnah wudhu adalah shalat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan setiap kali selesai berwudhu. Ibadah ini tampak sederhana, tetapi memiliki keutamaan yang besar di sisi Allah SWT.
Beberapa hadits yang menganjurkan shalat sunnah wudhu:
Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:
حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمَلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ، إِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ
Artinya: "Tolong ceritakan kepadaku amal yang menjadi harapan terbesarmu yang telah kamu lakukan setelah masuk Islam, karena aku sempat mendengar suara kedua sandalmu di surga."
Sahabat Bilal menjawab:
مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
Artinya: "Aku tidak melakukan suatu amal yang lebih aku harapkan pahalanya di sisiku daripada amalku di mana aku tidak bersuci di waktu malam atau siang kecuali aku shalat dengan kesucian tersebut dengan shalat yang telah aku sanggupi untuk melakukannya." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Riwayat Zakariya al-Anshari:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُحَدِّثْ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: "Siapa saja yang berwudhu, lalu menyempurnakan wudhunya dan shalat dua rakaat dengan tidak berbicara kepada dirinya sendiri (dengan urusan duniawi) dalam dua rakaat tersebut, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (Zakariya al-Anshari, Tuhfatuth Thullâb bi Syarhi Tahrîri Tanqîhil Lubab dicetak bersama Hâsiyyah asy-Syarqâwi, juz I, halaman 301).
Hadits Riwayat Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ يَقْبَلُ بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Artinya: "Tak seorang pun yang berwudhu kemudian melakukannya secara sempurna, dan shalat dua rakaat dengan sepenuh jiwa dan raganya, kecuali pasti masuk surga." (HR Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan lain-lain).
Shalat sunnah wudhu dianjurkan untuk dilaksanakan setiap kali selesai berwudhu, baik karena hadats maupun wudhu yang diperbarui (mujaddad).
Lafal niat shalat sunnah wudhu adalah:
أُصَلِّي سُنَّةَ الْوُضُوءِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal uudhu‘i rak’ataini lillahi ta’ala.
Artinya: "Saya niat shalat sunnah Wudhu dua rakaat karena Allah ta’ala".
Jumlah rakaatnya tidak harus dua, boleh lebih asalkan kelipatan dua.
Berikut adalah beberapa bacaan doa yang dianjurkan setelah shalat sunnah wudhu:
Membaca Tasbih, Tahmid, Takbir (3x):
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Subhaanallaahi walhamdu lillaahi walaa ilaaha illallaahu walloohu akbar (3x)
Artinya: Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar.
Doa Memohon Ampunan dan Petunjuk:
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَخَطَايَايَ كُلَّهَا. اَللّٰهُمَّ انْعِشْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ لِصَالِحِ الْأَعْمَالِ وَالْأَخْلَاقِ، إِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِصَالِحِهَا وَلَا يَصْرِفُ عَنْ سَيِّئِهَا إِلَّا أَنْتَ
Alloohummaghfirlii dzunuubii wakhothooyaaya kullahaa. Alloohumman’isynii wajburnii warzuqnii wahdinii lishoolihil a’maali wal akhlaaq, innahuu laa yahdii lishoolihihaa walaa yashrifu ‘an sayyi-ihaa illaa anta
Artinya: Ya Allah ampunilah segala dosa dan kesalahanku, ya Allah, angkatlah derajatku, bantulah aku, karuniakanlah aku, tunjukilah aku kepada amal dan akhlaq yang baik. Karena tidak ada yang dapat menunjukkan kearahnya dan juga tidak ada yang bisa memalingkan dari yang buruk kecuali Engkau.
Doa Memohon Rahmat dan Ilmu:
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَغْفِرُكَ لِذَنْبِيْ وَأَسْأَلُكَ رَحْمَتَكَ. اَللّٰهُمَّ زِدْنِيْ عِلْمًا، وَلَا تُزِغْ قَلْبِيْ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنِيْ وَهَبْ لِيْ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Alloohumma innii astaghfiruka lidzambii wa as-aluka rohmatak. Alloohumma zidnii ‘ilmaa, walaa tuzigh qolbii ba’da idzhadaitanii wahablii milladunka rohmatan innaka antal wahhaab
Artinya: Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu atas segala dosaku, dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahkanlah ilmu kepadaku dan janganlah Engkau condongkan hatiku kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepadaku. Dan karuniailah aku rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.
Doa Memohon Petunjuk dan Perlindungan:
اَللّٰهُمَّ أَلْهِمْنِيْ رُشْدِيْ وَأَعِذْنِيْ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ
Allohumma alhimnii rusydii wa a’idznii minsyarri nafsii (3x)
Artinya: Ya Allah, ilhamilah daku dengan kebijaksanaan dan hindarkanlah diriku dari nafsu-nafsu (keinginan-keinginan) yang jelek.
Doa Tawakal dan Kembali kepada Allah:
رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Robbanaa ‘alaika tawakkalnaa wa ilaika anabnaa wa ilaikal mashiir
Artinya: Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakkal, dan hanya kepada Engkau kami bertaubat, dan hanya kepada Engkau tempat kembali.
Setelah membaca doa-doa tersebut, diakhiri dengan membaca surah Al-Fatihah.
Mazhab Asy-Syafi'iyah memandang hukum shalat sunnah sesudah wudhu’ sebagai sunnah muakkadah, bahkan tetap dianjurkan dikerjakan meski pada waktu-waktu terlarang.
Ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa larangan sholat pada waktu-waktu tertentu berlaku untuk sholat sunnah mutlak (tanpa sebab). Namun, untuk sholat sunnah yang memiliki sebab yang jelas dan mendahului, seperti sholat wudhu (yang sebabnya adalah wudhu yang telah dilakukan) dan sholat tahiyatul masjid (yang sebabnya adalah masuk masjid), hukumnya tetap dibolehkan (tidak haram) meskipun dilakukan pada waktu terlarang.
Referensi dari Kitab-Kitab Fiqih
Berikut adalah beberapa referensi dari kitab-kitab fiqih yang mendukung pandangan ini:
Kitab: Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج)
Karya: Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ar-Ramli (dari mazhab Syafi'i).
Teks Arab:
فَالصَّلَاةُ الَّتِي لَهَا سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ تُكْرَهُ فِعْلُهَا فِي أَوْقَاتِ النَّهْيِ، وَالْمُعْتَمَدُ خِلَافُهُ وَهُوَ الْجَوَازُ
Terjemahan:
"Maka sholat yang memiliki sebab yang mendahului, seperti sholat wudhu dan tahiyatul masjid, hukumnya makruh dikerjakan pada waktu-waktu yang dilarang (menurut satu pendapat), sedangkan pendapat yang mu'tamad (kuat/dipegang) adalah sebaliknya, yaitu dibolehkan (jaiz)."
Juz dan Halaman: Juz 2, halaman 135 (cetakan Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah) atau halaman yang sejenis tergantung edisi cetak.
Kitab: Mughni al-Muhtaj ila Ma'rifah Ma'ani Alfazh al-Minhaj (مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج)
Karya: Imam Muhammad bin Ahmad al-Khathib asy-Syirbini (dari mazhab Syafi'i).
Teks Arab:
(وَ) لَا (ذَاتَ سَبَبٍ) كَتَحِيَّةِ مَسْجِدٍ وَصَلَاةِ وُضُوءٍ (فِي الْأَوْقَاتِ الْخَمْسَةِ) لِأَنَّهَا مُسْتَثْنَاةٌ مِنَ النَّهْيِ بِدَلِيلِ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلَالٍ: «إِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ» فَقَالَ بِكُلِّ صَلَاةٍ صَلَّاهَا بَعْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
Terjemahan:
"(Dan tidak dilarang sholat) yang memiliki sebab, seperti tahiyatul masjid dan sholat wudhu, pada lima waktu tersebut, karena sholat-sholat ini dikecualikan dari larangan berdasarkan dalil sabda Nabi SAW kepada Bilal: 'Sesungguhnya aku mendengar suara terompahmu di surga', lalu Bilal menjawab karena setiap sholat yang dia kerjakan setelah setiap kali wudhu."
Juz dan Halaman: Juz 1, halaman 424 (cetakan Dar al-Fikr) atau halaman yang sejenis tergantung edisi cetak.
Kitab: Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin
Kitab: Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab
Kitab: Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid
Karya: Ibnu Rusyd (Mazhab Maliki, tetapi bersifat komparatif).
Teks Arab:
وَأَمَّا ذَوَاتُ الْأَسْبَابِ كَصَلَاةِ الْوُضُوءِ وَتَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ وَسُجُودِ التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ، فَإِنَّ الْجُمْهُورَ عَلَى جَوَازِهَا فِي أَوْقَاتِ الْكَرَاهَةِ
Terjemahan:
"Adapun sholat-sholat yang memiliki sebab, seperti sholat wudhu, tahiyatul masjid, sujud tilawah, dan sujud syukur, mayoritas ulama berpendapat boleh (jawaz) melakukannya pada waktu-waktu yang dimakruhkan (terlarang)."
Juz: 1
Halaman: 316 (bervariasi tergantung edisi cetak)
Kitab: Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj
Pengecualian Waktu yang Sangat Terlarang
Meskipun mayoritas ulama membolehkan sholat sunnah wudhu pada waktu yang dilarang, terdapat pengecualian pada waktu-waktu yang sangat terlarang, seperti saat matahari tepat di tengah (istiwa'), terbit, atau terbenam. Pada waktu-waktu ini, larangan untuk melaksanakan sholat sangat kuat, dan bahkan sholat yang memiliki sebab pun sebaiknya dihindari.
Dalil Hadits Bilal bin Rabah
Pandangan yang membolehkan sholat sunnah wudhu di waktu terlarang juga didukung oleh hadits Bilal bin Rabah, di mana Nabi Muhammad SAW mendengar suara terompah Bilal di surga karena Bilal senantiasa menjaga sholat dua rakaat setiap selesai berwudhu, baik siang maupun malam, tanpa memandang waktu terlarang atau tidak.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama, terutama dari mazhab Syafi'i, membolehkan sholat sunnah wudhu pada waktu-waktu yang dilarang untuk sholat sunnah mutlak. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa sholat wudhu memiliki sebab yang mendahului, yaitu wudhu itu sendiri. Namun, perlu diperhatikan pengecualian pada waktu-waktu yang sangat terlarang, seperti saat matahari tepat di tengah, terbit, atau terbenam.
Tata Cara Lain Shalat Sunnah Wudhu
Dalam shalat sunnah wudhu, dianjurkan membaca:
- Rakaat pertama: Setelah membaca Al-Fatihah, membaca surah Al-Kafirun.
- Rakaat kedua: Setelah membaca Al-Fatihah, membaca surah Al-Ikhlas.
Saat sujud terakhir, membaca sebanyak 10 kali:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illalloh wallohu akbar astagfirullah
Terjemahan: Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, aku memohon ampunan kepada Allah.
Setelah salam, membaca doa berikut sebanyak 10 kali:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Allahumma inni a'udzubika min dhiqid-dunya wa dhiqi yaumal-qiyamah
Terjemahan: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesempitan dunia dan kesempitan hari kiamat.
Do'a di atas diambil dari Sunan Abi Da’ud Kitab : 43, Hadits : 5085
قَالَ (شَرِيقٌ الْهَوْزَنِيُّ) دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ رضى الله عنها فَسَأَلْتُهَا بِمَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَفْتَتِحُ إِذَا هَبَّ مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَتْ لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ شَىْءٍ مَا سَأَلَنِي عَنْهُ أَحَدٌ قَبْلَكَ كَانَ إِذَا هَبَّ مِنَ اللَّيْلِ كَبَّرَ عَشْرًا وَحَمِدَ عَشْرًا وَقَالَ " سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ " عَشْرًا وَقَالَ " سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ " عَشْرًا وَاسْتَغْفَرَ عَشْرًا وَهَلَّلَ عَشْرًا ثُمَّ قَالَ " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ " عَشْرًا ثُمَّ يَفْتَتِحُ الصَّلاَةَ
(Syariq Al-Hauzani) berkata: Aku masuk menemui Aisyah RA, lalu aku bertanya kepadanya, "Dengan apa Rasulullah ﷺ memulai (shalat) jika bangun di malam hari?" Aisyah menjawab, "Sungguh, engkau telah menanyakan kepadaku tentang sesuatu yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Jika beliau bangun di malam hari, beliau bertakbir sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, dan mengucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
"Subhaanallaahi wabihamdihi" (Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya) sepuluh kali, dan mengucapkan:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
"Subhaanal malikil quddus" (Maha Suci Raja Yang Maha Suci) sepuluh kali, dan beristighfar sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali, kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا وَضِيقِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Allahumma inni a'udzubika min dhiqid-dunya wa dhiqi yaumal-qiyamah" (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesempitan dunia dan kesempitan hari kiamat) sepuluh kali, kemudian beliau memulai shalat."
Wallahu a'lam.