اللهم صل وسلم على سيدنا محمد واجعل لنا فى محبتك واتباع حبيبك سلطانا نصيرا بصيرا عزيزا على أعدائنا من نفوسنا وشهواتنا وأهوائنا والدنيا والشياطين
Artinya: "Ya Allah, semoga Engkau melimpahkan rahmat dan salam kesejahteraan kepada pemimpin kami Nabi Muhammad, dan di dalam (semoga senantiasa bisa) mencintai Engkau dan ittiba' kekasih Engkau (Nabi Muhammad), jadikanlah bagi kami "sulthon" yang "nashiir" yang "bashiir" yang perkasa dan kuat (mengalahkan dan mengungguli) seluruh musuh-musuh kami dari diri kami semuanya, syahwat-syahwat kami, seluruh "hawa" (hawa nafsu, cinta, keinginan, kecenderungan, kesukaan, kesenangan) kami, dari dunia (seisinya) dan dari seluruh syetan."
Ma'na "sulthon" adalah kekuasaan, otoritas, kedaulatan, kekuatan, pengaruh, hujjah, bukti. Sedang ma'na "nashiir" adalah penolong, pendukung, penyokong, pembela, pelindung, yang selalu ikut. Dan ma'na "bashir" adalah yang bisa melihat, yang pintar, yang mengetahui.
Syekh Ibnu 'Athoillah berkata:
لو لا ميادين النفوس ما تحقق سير السائرين
"Andaikan tidak ada medan perjuangan melawan nafsu, maka tiada dapat disaksikan adanya perjalanan orang-orang yang menuju Allah"
Jika tidak ada nafsu syahwat amarah, maka secara rasional tidak akan diketahui gigihnya perjuangan orang-orang yang berjalan menuju kepada Allah. Sebab hakikat berjalan menuju Allah adalah memutus segala rintangan hawa nafsu yang menghalang-halangi ibadah atau ketundukan kita kepada Allah.
Nafsu yang menghalangi keta'atan ada empat macam, yaitu: dunia, mahluk, setan dan nafsu amarah.
Di dalam redaksi solawat dari al-Qutbul Habib Ahmad bin Umar al-Hinduwan di atas, mencakup permohonan semoga Allah mewujudkan "shulthon" (kekuasaan, otoritas, kedaulatan, kekuatan, pengaruh, hujjah, bukti) untuk diri kita agar mampu menundukkan, mengendalikan dan mengalahkan "al-a'da' min nufusina" (sifat-sifat negatif yang ada di dalam diri kita, segala sifat yang tidak diridloi Allah dan para kekasih-Nya, segala sifat yang bisa menjadi sebab kita tidak beruntung, rugi atau bahkan celaka di dalam hal agama, dunia dan aherat), dan "shulthon" agar mampu menundukkan, mengendalikan dan mengalahkan "al-a'da' min syahwatina" (segala bentuk nafsu syahwat yang menghalangi kita sampai kepada Rasulullah dan wushul kepada Allah, segala bentuk nafsu syahwat yang dapat merusak tubuh, jiwa, akal, pikiran, pemahaman seperti minum khomr, wanita, gila kekuasaan, ego selalu ingin menang, selalu ingin diagungkan atau dimuliakan, menganggap diri selalu yang benar, syahwat perut ingin makan terus yang tidak terkendali dan lain sebagainya), dan "shulthon" agar mampu menundukkan, mengendalikan dan mengalahkan "al-a'da' min ah-wa-ina" (seluruh hawa nafsu amarah, hawa nafsu syahwat, hawa nafsu yang merusak, cinta dunia, cinta harta, keinginan yang menyalahi ketentuan agama, kecenderungan negatif, kesukaan yang negatif, kesenangan yang melampaui batas dan lain sebagainya), dan "shulthon" agar mampu menundukkan, mengendalikan dan mengalahkan "al-a'da' minad dun'ya" (yaitu apa saja yang ada di dalam dunia ini baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud), dan "shulthon" agar mampu menundukkan, mengendalikan dan mengalahkan "al-a'da' minasy syayatin" (seluruh syetan dan apa saja yang berhubungan dengannya seperti segala tipu daya mereka, kejahatan mereka, atsar atau pengaruh dari tiupan mereka, ilmu-ilmu perusak milik mereka, ajaran mereka, sihir mereka, kekuatan mereka, tentara mereka dan syetan-syetan dalam bentuk manusia, dan syetan-syetan dalam bentuk pemahaman, kekufuran, kesyirikan, dan lain sebagainya).
Ibn Atha’illah menuliskan sebuah nasehat dalam “al-Hikam” sebagai berikut:
فإذا علمت أن الشيطان لا يغفل عنك فلا تغفل أنت عمن ناصيتك بيده
“Jika kau mengetahui bahwa setan tidak pernah lupa kepadamu, maka jangan kau lalai terhadap Dzat yang menggenggam nasibmu”.
Dijelaskan dalam al-Quran jika setan telah berjanji untuk terus menggoda manusia, sebagaimana disebutkan di dalam QS: al-A’raf: 17 yaitu:
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
”Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
Nasehat di atas mengingatkan bahwa setan memang tidak pernah bosan menyesatkan, menggoda, dan menjerumuskan manusia. Sebab itu pula, manusia jangan pernah lengah untuk memohon perlindungan kepada Dzat yang Maha Kuasa.
وفي المنح القدسية للشيخ عبد الله بن حجازي الشرقاوي في الحكمة الثامنة والعشرين بعد المائتين
Mengenai nafsu manusia, di dalam al-Minahul Qudsiyyah karya Syekh Abdullah as-Syarqowi disebutkan bahwa Al-Goutsus Syekh Abu Madyan al-Magrobiy berkata:
من لم يمت نفسه لم يري الحق
"Barang siapa tidak mati nafsunya, maka tidak akan bisa melihat kebenaran".
Syekh Abul Abbas berkata:
لا يدخل علي الله الا من بابين باب الفناء الاكبر وهو الموت الطيفي وباب الفناء الذي تعنيه هذه الطائفة
"Seorang hamba tidak akan bisa mencapai Allah kecuali dengan melewati dua pintu; pintu fana' al-akbar (ajal yang telah menjemput), dan pintu fana' al-ashgor (membunuh nafsu amarah)".
Di dalam syarah Mbah Sholeh Darat atas kitab al-Hikam (yang dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia) disebutkan: Sebagian ulama' yang 'arif (baca wali Allah) berkata: "Seseorang tidak akan mampu membunuh nafsunya dengan usahanya sendiri kecuali atas pertolongan Allah semata".
Dan solawat di atas adalah salah satu bentuk kita memohon pertolongan kepada Allah agar mampu menundukkan dan mengalahkan dengan selamat segala yang telah disebutkan di atas termasuk dari empat yang telah disebutkan yaitu; dunia, mahluk, setan dan nafsu amarah.
Dan di dalam syarah beliau juga disebutkan bahwa "Matinya nafsu tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan mencari guru yang sempurna, yang sudah selesai mengajar dirinya sendiri dan sudah mengalahkan hawa nafsunya. Jika engkau menemukan guru yang seperti ini, maka pasrahkanlah dirimu padanya dan ikutilah perintahnya, jangan ragu dan jadilah seperti tubuh tak bernyawa dihadapan orang yang memandikan".
Redaksi solawat dari al-Qutbul Habib Ahmad bin Umar al-Hinduwan di atas, juga mencakup permohonan semoga Allah mewujudkan untuk diri kita "nashiir" (penolong, pendukung, penyokong, pembela, pelindung terhadap segala yang telah disebutkan di atas). Dan juga permohonan semoga Allah mewujudkan untuk diri kita "bashir" (hal-hal yang bisa menjadikan kita mampu melihat atau pandangan lahir maupun batin yang tajam terhadap segala hal yang terkait di atas), dan juga permohonan semoga Allah mewujudkan untuk diri kita "azizan" (hal-hal yang bisa menjadikan kita menjadi pribadi yang pantas mendapatkan kemuliaan baik lahir maupun batin, baik di dalam hal agama, dunia dan ahirat). Wallahu a'lam.