(Fasal) mengusap dua muzah diperbolehkan dalam wudlu’, (tetapi) tidak diperbolehkan di dalam mandi wajib ataupun sunnah, dan tidak diperbolehkan juga di dalam menghilangkan najis.
|
(فَصْلٌ وَالْمَسْحُ عَلَى الخُفَّيْنِ جَائِزٌ) فِي الْوُضُوْءِ لَا فِيْ غُسْلٍ فَرْضٍ أَوْ نَفْلٍ وَلَا فِيْ إِزَالَةِ نَجَاسَةٍ
|
(ب) قوله : لا في غُسْلٍ بالتنوين . اهـ
(ب : باجوري) وشُرِعَ المسحُ علي الخفينِ في السنةِ التاسعةِ من الهجرةِ في غزوةِ تبوك ، وهو مكانٌ بالشام في طريق الحاج ، وقيل : شُرِعَ مع الوضوء ليلةَ الاسراءِ قبل الهجرة بسنةٍ . اهـ
(ب) وهو ثابتٌ عنه ﷺ قولا وفعلا ، رَوَي ابنُ المنذر عن الحسن البصري انه قال : حدثني سبعون من الصحابة ان النبيَّ ﷺ مَسَحَ علي الخفينِ ، ومن ثم قال بعضهم : اَخْشَي اَنْ يَكُوْنَ اِنْكَارُهُ كُفْرًا . وهو من خصائص هذه الأمة . اهـ
(ب) وقد يُحْرَمُ مع الإجزاء فيما اذا كان الخُفُّ مغصوبا او من حريرٍ لرجلٍ او من جلدٍ آدميٍّ ، ومع عدم الإجزاء فيما اذا كان لاَبِسُ الخُفِّ مُحْرِمًا . اهـ
(ت : توشيح) لأنَّ الغُسْلَ وإزالةَ النجاسةِ لا يَتَكَرَّرَانِ مَثْلَ تِكْرَارِ الوضوءِ ، فلا يَشُقُّ فِيْهِمَا النَّزْعَ . اهـ
Karena terjadinya pelaksanaan mandi maupun menghilangkan najis tidaklah sesering wudlu maka tiada unsur keberatan untuk melepaskan kedua muzahnya
Sehingga kalau ada seseorang yang junub atau kakinya berdarah, kemudian ia ingin mengusap muzah sebagai ganti dari membasuh kaki saat mandi atau berwudlu, maka tidak diperkenankan mengusap muzah. Bahkan harus membasuh kakinya saat mandi atau berwudlu.
|
فَلَوْ أَجْنَبَ أَوْ دُمِيَتْ رِجْلُهُ فَأَرَادَ المَسْحَ بَدَلًا عَنِ غَسْلِ الرِّجْلِ لَمْ يَجُزْ ، بَلْ لاَ بُدَّ مِنَ الْغَسْلِ
|
(ب) وقوله اي مَثَلًا ، فَمِثْلُهُ : مَا لَوْ تَنَجَّسَتْ بِغَيْرِ الدَّمِّ ، وهذا تفريعُ علي قولِهِ : ولا في ازالةِ نجاسةٍ . اهـ
(ب) وقوله : (لَمْ يُجْزِ) جَوَابُ (لو) وَ (يُجْزِ) ضَمُّ الياءِ وسكونُ الجيمِ . اهـ
Perkataan mushannif yang berbunyi, “di perbolehkan” memberi pehamaman bahwa sesungguhnya membasuh kedua kaki itu lebih utama dari pada mengusap muzah.
|
وَأَشْعَرَ قَوْلُهُ جَائِزٌ أَنَّ غَسْلَ الرِّجْلَيْنِ أَفَضَلُ مِنَ الْمَسْحِ
|
(ب) وَيُؤْخَذُ من كلام الرملي وغيره : انَّهُ يكونُ مُبَاحًا . اهـ
Mengusap muzah hanya diperbolehkan jika mengusap kedua muzahnya (dan) bukan salah satunya saja. Kecuali jika dia tidak memiliki kaki yang satunya lagi.
|
وَإِنَّمَا يَجُوْزُ مَسْحُ الْخُفَّيْنِ لَا أَحَدِهِمَا فَقَطْ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ فَاقِدَ الْأُخْرَى
|
(Diperbolehkan mengusap muzah) dengan tiga syarat, yaitu seseorang mengenakan kedua muzahnya setelah sempurnanya suci.
|
(بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ أَنْ يَبْتَدِئَ) أَيِ الشَّخْصُ (لُبْسَهُمَا بَعْدَ كَمَالِ الطَّهَارَةِ)
|
(ب) وقوله : (بَعْدَ كَمَالِ الطَّهَارَةِ) اي بعد تمامها بالغسل او الوضوء او التيمم ، لكن يكونُ التَيَمُّمُ لِعِلَّةٍ لَا لِفَقْدِ الْمَاءِ ، وَاِلَّا ، لَبَطَلَ بِوُجُوْدِ مَاءِ الْمَسْحِ . اهـ
Maksud sempurnanya suci adalah selesai sempurnanya pelaksanaan baik mandi wajib, wudlu atau tayamum karena sakit
Sehingga, kalau ia membasuh salah satu kakinya (saat berwudlu) dan (langsung) mengenakan muzah pada kaki tersebut, kemudian hal yang sama dilakukan pada kaki yang satunya lagi, maka (cara seperti itu) tidak mencukupi (tidak sah).
|
فَلَوْ غَسَلَ رِجْلًا وَأَلْبَسَهَا خُفَّهَا ثُمَّ فَعَلَ بِالْأُخْرَى كَذَلِكَ لَمْ يَكْفِ
|
Dan seandainya ia mulai mengenakan kedua muzah setelah sempurnanya suci, namun kemudian ia berhadats sebelum kakinya (yang pertama atau yang kedua) sampai di bagian dasar dari muzah, maka tidak diperkenankan (tidak sah) untuk mengusapnya.
|
وَلَوْ اِبْتَدَأَ لَبْسَهُمَا بَعْدَ كَمَالِ الطَّهَارَةِ ثُمَّ أَحْدَثَ قَبْلَ وُصُوْلِ الرِّجْلِ قَدَمَ الْخُفِّ لَمْ يُجْزِ الْمَسْحُ
|
(ب) قوله : (لَمْ يُجْزِ الْمَسْحُ) بضم الياء وسكون الجيم . اهـ
(ك : كفاية الاخيار) سَكَبْتُ الْوَضُوْءَ لِرَسُوْلِ اللهِ (ﷺ) ، فَلَمَّا انْتَهَيْتُ إِلَى رِجْلَيْهِ أَهْوَيْتُ إِلَى الْخُفَّيْنِ لأَنْزِعَهُمَا قَالَ دَعْهُمَا ، فَإِنِّيْ أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ . اهـ
Aku (al-Mughirah) menuangkan air wudhu kepada Rasulullah ﷺ. Ketika sampai pada gilirannya membasuh kaki, aku membungkuk hendak mencopot kedua muzah beliau, tapi beliau bersabda: Biarkanlah, jangan dicopot! Sebab aku memasukkannya ketika dalam keadaan suci." Riwayat Imam al-Bukhari dan Iman Muslim
Syarat kedua adalah kedua muzah tersebut harus menutupi bagian kedua telapak kaki yang wajib di basuh hinggah kedua mata kakinya.
|
(وَأَنْ يَكُوْنَا) أَيِ الْخُفَّانِ (سَاتِرَيْنِ لِمَحَلِ غَسْلِ الْفَرْضِ مِنَ الْقَدَمَيْنِ) بِكَعْبَيْهِمَا
|
Sehingga, kalau kedua muzah tersebut tidak sampai menutup kedua mata kaki seperti "midas" (sepatu yang bagian atasnya tidak sampai menutup mata kakinya), maka tidak cukup (tidak sah) mengusap kedua muzahnya.
|
فَلَوْ كَانَا دُوْنَ الْكَعْبَيْنِ كَالمِدَاسِ لَمْ يَكْفِ الْمَسْحُ عَلَيْهِمَا
|
(ب) قوله : كَالمِدَاسِ بكسر الميم ، كما ضَبَطَهُ الرملي في شرحه (غايةِ البيان) ، فإن المِدَاسَ يَسْتُرُ العَقِبَ والقَدَمَ دون الكعبين . اهـ
Yang dimaksud dengan kata “satir (yang menutupi)” di dalam bab ini adalah penghalang, bukan sesuatu yang mencegah penglihatan.
|
وَالْمُرَادُ بِالسَّاتِرِ هُنَا الْحَائِلُ لَا مَانِعُ الرُّؤْيَةِ
|
(ب) وقوله : لَا مَانِعُ الرُّؤْيَةِ اي فَلَا يُشْتَرَطُ ان يكونَ مَانِعُ الرُّؤْيَة ، فَيَكْفِي الزُّجَاجُ حَيْثُ اَمْكَنَ تَتَابُعُ المَشْيِ عليه كما عَلِمْتَ . اهـ
Yang harus tertutup adalah bagian bawah dan sampingnya kedua muzah, tidak arah atas keduanya.
|
وَأَنْ يَكُوْنَ السَّتْرُ مِنْ أَسْفَلَ وَمِنْ جَوَانِبِ الْخُفَّيْنِ لَا مِنْ أَعْلَاهُمَا
|
Muzah tersebut harus terbuat dari sesuatu yang bisa digunakan untuk melakukan perjalanan bagi seorang musafir guna memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik dengan menuruni jalan maupun perjalanan biasa.
|
(وَأَنْ يَكُوْنَا مِمَّا يُمْكِنُ تَتَابُعُ الْمَشْيِ عَلَيْهِمَا) لِتَرَدُّدِ مُسَافِرٍ فِيْ حَوَائِجِهِ مِنْ حَطٍّ وَتِرْحَالٍ
|
(ب) قوله : (حَطٍّ) اي نُزُوْلٍ ، وقوله (تِرْحَالٍ) اي سَيْرٍ . اهـ
Dari ucapan mushannif di atas bisa diambil pemahaman bahwa kedua muzah tersebut harus kuat, sekira bisa mencegah masuknya air.
|
وَيُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِ الْمُصَنِّفِ كَوْنُهُمَا قَوِيَّيْنِ بِحَيْثُ يَمْنَعَانَ نُفُوْذَ الْمَاءِ
|
(ب) والمراد : نفوذ ماء الصب لا ماء المسح . اهـ
Juga disyaratkan kedua muzah tersebut harus suci.
|
وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا طَهَارَتُهُمَا
|
Dan seandainya ia memakai muzah berlapis (dobel) karena cuaca terlalu dingin misalnya, maka, jika muzah yang luar / atas layak (sesuai ketentuan) untuk diusap, (dan itu) bukan muzah yang dalam, maka sah mengusap muzah yang luar.
|
وَلَوْ لَبِسَ خُفًّا فَوْقَ خُفٍّ لِشِدَّةِ الْبَرْدِ مَثَلًا فَإِنْ كَانَ الْأَعْلَى صَالِحًا لِلْمَسْحِ دُوْنَ الْأَسْفَلِ صَحَّ الْمَسْحُ عَلَى الْأَعْلَى
|
Dan jika yang layak diusap adalah muzah yang dalam, bukan yang luar, kemudian ia mengusap muzah yang dalam, maka hukumnya (juga) sah.
|
وَإِنْ كَانَ الْأَسْفَلُ صَالِحًا لِلْمَسْحِ دُوْنَ الْأَعْلَى فَمَسَحَ الْأَسْفَلَ صَحَّ
|
Atau ia mengusap muzah yang atas, namun kemudian basah-basah air sampai ke muzah yang dalam, maka hukumnya sah jika ia menyengaja untuk mengusap yang dalam atau mengusap keduanya. Dan tidak sah jika ia menyengaja mengusap muzah yang luar saja (karena muzah yang luar / atas tidak sesuai ketentuan).
|
أَوِ الْأَعْلَى فَوَصَلَ الْبَلَلَ لِلْأَسْفَلِ صَحَّ إِنْ قَصَدَ الْأَسْفَلَ أَوْ قَصَدَهُمَا مَعًا لَا إِنْ قَصَدَ الْأَعْلَى فَقَطْ
|
Dan jika ia tidak menyengaja mengusap salah satunya, akan tetapi ia menyengaja mengusap secara umum, maka dianggap cukup (dianggap boleh) menurut pendapat al-Ashah (yang dapat diikuti).
|
وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ وَاحِدًا مِنْهُمَا بَلْ قَصَدَ الْمَسْحَ فِي الْجُمْلَةِ أَجْزَأَ فِي الْأَصَحِّ
|
(Masa berlakunya hukum boleh mengusap muzah) bagi orang yang muqim (tidak bepergian), diperkenankan (yaitu hukum boleh) mengusap (muzah di dalam berwudlu) selama sehari semalam. Dan bagi musafir diperkenankan mengusap selama tiga hari tiga malam secara berurutan, baik malam-malamnya itu lebih dahulu atau belakangan.
|
(وَيَمْسَحُ الْمُقِيْمُ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَ) يَمْسَحُ (الْمُسَافِرُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بِلَيَالِيْهِنَّ) الْمُتَّصِلَةِ بِهَا سَوَاءٌ تَقَدَّمَتْ أَوْ تَأَخَّرَتْ
|
Permulaan masa tersebut terhitung sejak ia hadats, maksudnya sejak selesainya hadats yang terjadi setelah sempurna mengenakan kedua muzah.
|
(وَاِبْتِدَاءُ الْمُدَّةِ) تُحْسَبُ (مِنْ حِيْنِ يُحْدِثُ) أَيْ مِنْ اِنْقِضَاءِ الْحَدَثِ الْكَائِنِ (بَعْدَ) تَمَامِ (لَبْسِ الْخُفَّيْنِ)
|
Bagi orang yang melakukan maksiat dalam bepergiannya dan bagi orang yang berkelana tanpa tujuan, maka diperkenankan mengusap seperti mengusapnya orang yang muqim (yaitu sehari semalam).
|
وَالْعَاصِيْ بِالسَّفَرِ وَالْهَائِمِ يَمْسَحَانِ مَسْحَ مُقِيْمٍ
|
Orang yang selalu mengeluarkan hadats (da-imul hadats), ketika ia mengalami hadats yang lain selain hadats terus-menerus yang dialaminya, setelah mengenakan muzah dan sebelum melakukan sholat fardlu, maka ia diperkenankan mengusap muzah dan melakukan hal-hal yang boleh ia lakukan seandainya kesucian saat mengenakan muzah itu masih ada, yaitu ibadah fardlu dan ibadah-ibadah sunnah.
|
وَدَائِمُ الْحَدَثِ إِذَا أَحْدَثَ بَعْدَ لَبْسِ الْخُفِّ حَدَثًا آخَرَ مَعَ حَدَثِهِ الدَّائِمِ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ بِهِ فَرْضًا يَمْسَحُ وَيَسْتَبِيْحُ مَا كَانَ يَسْتَبِيْحُهُ لَوْ بَقِيَ طُهْرُهُ الَّذِيْ لَبِسَ عَلَيْهِ خُفَّيْهِ وَهُوَ فَرْضٌ وَنَوَافِلُ
|
Sehingga, kalau sudah melakukan satu ibadah fardlu sebelum mengalami hadats, maka ia diperkenankan mengusap muzah dan melakukan ibadah-ibadah sunnah saja.
|
فَلَوْ صَلَّى بِطُهْرِهِ فَرْضًا قَبْلَ أَنْ يُحْدِثَ مَسَحَ وَاسْتَبَاحَ النَّوَافِلَ فَقَطْ
|
Jika ada seseorang yang mengusap muzah saat masih di rumah kemudian ia bepergian, atau mengusap saat bepergian kemudian ia muqim sebelum melewati sehari semalam, maka dia diperkenankan menyempurnakan masa mengusap bagi orang yang muqim (yaitu sehari semalam).
|
(فَإِنْ مَسَحَ) الشَّحْصُ (فِي الْحَضَرِ ثُمَّ سَافَرَ أَوْ مَسَحَ فِي السَّفَرِ ثُمَّ أَقَامَ) قَبْلَ مُضِيِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ (أَتَمَّ مَسْحَ مُقِيْمٍ)
|
(Cara mengusap muzah dan) yang wajib saat mengusap muzah adalah melakukan sesuatu yang sudah layak disebut mengusap, jika memang dilakukan di bagian luar muzah.
|
وَالْوَاجِبُ فِيْ مَسْحِ الْخُفِّ مَا يُطْلَقُ عَلَيْهِ اِسْمُ الْمَسْحِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَاهرِ الْخُفِّ
|
Tidak mencukupi mengusap bagian dalam, bagian belakang muzah, tepi dan bagian bawahnya.
|
وَلَا يُجْزِئُ الْمَسْحُ عَلَى بَاطِنِهِ وَلَا عَلَى عَقِبِ الْخُفِّ وَلَا عَلَى حَرْفِهِ وَلَا عَلَى أَسْفَلِهِ
|
Yang sunnah di dalam mengusap adalah mengusap dengan posisi menggaris, dengan artian orang yang mengusap muzah tersebut merenggangkan jari-jarinya, dan tidak merapatkannya.
|
وَالسُّنَّةُ فِيْ مَسْحِهِ أَنْ يَكُوْنَ خُطُوْطًا بِأَنْ يُفَرِّجَ الْمَاسِحُ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَلَايَضُمُّهَا
|
Mengusap dua muzah hukumnya batal sebab tiga perkara, yaitu melepas keduanya, melepas salah satunya, terlepas sendiri atau muzah sudah keluar dari kelayakan untuk diusap seperti sobek.
|
(وَيَبْطُلُ الْمَسْحُ) عَلَى الْخُفَّيْنِ (بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ بِخَلْعِهِمَا) أَوْ خَلْعِ أَحَدِهِمَا أَوِ انْخِلَاعِهِ أَوْ خُرُوْجِ الْخُفِّ عَنْ صَلَاحِيَّةِ الْمَسْحِ كَتَحَرُّقِهِ
|
Dan habisnya masa mengusap. Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “habisnya masa mengusap” yaitu sehari semalam bagi orang muqim, dan tiga hari tiga malam bagi orang musafir.
|
(وَاِنْقِضَاءِ الْمُدَّةِ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ مُدَّةِ الْمَسْحِ مِنْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لِمُقِيْمٍ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ بِلَيَالِيْهَا لِمُسَافِرٍ
|
Dan sebab terjadinya sesuatu yang mewajibkan mandi seperti jinabah, haidl, atau nifas pada orang yang mengenakan muzah.
|
(وَ) بِعُرُوْضِ (مَا يُوْجِبُ الْغُسْلَ) كَجِنَابَةٍ أَوْ حَيْضٍ أَوْ نِفَاسٍ لِلَابِسِ الْخُفِّ
|
Sumber : Kitab Fathul Qorib