وفي درة الخريدة ج ٢ ص ١٨٢ بدار الكتب العلمية عن تحفة الاخوان ما نصه : ... فَإِنَّ مَدَدَ الشَّيْخِ فِي وِرْدِهِ الَّذِي رَتَّبَهُ (الي آخر الكلام) كما قال السيد ابراهيم الاعزب في درر المرضية ص ٤٠ ما نصه ... لأن مدد الشيخ في ورده ، فمن تخلف عنه حرم المدد ، قال ذلك القطب الكبير ، وعن سيدي ابراهيم الدسوقي رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : مَا قَطَعَ مُرِيْدٌ وِرْدَهُ يَوْمًا اِلَّا قُطِعَ عَنْهُ اْلاِمْدَادُ فِي ذَلِكَ الْيَوْم (الي آخر الكلام) ... . اهـ
Di dalam Durrotul Kzoridah juz 2 h. 182 cetakan Dar Kutub Ilmiyah yang merupakan nukilan dari Tuhfatul Ikzwan sebagai berikut: "... Maka sesungguhnya madad seorang guru (pertolongan secara lahir maupun bathin dari seorang guru) adalah ada di dalam wiridnya yang murid tersebut mau merutinkan secara tetap wirid gurunya itu" .... sampai ahir kalam, sebagaimana hal itu juga disampaikan oleh Sayyid Ibrohim al-A'zab di dalam Durorul Mardliyyah h. 40 (yang kurang-lebih artinya): "Karena sesungguhnya madad guru ada di dalam wiridnya, maka barang siapa menyalahinya, maka haram (terhalang) madad tersebut (baginya)". Yang berkata itu adalah al-Qutbul Kabir (Imamnya Para Wali yang Agung). Dan menurut (al-Qutb) Sayyidi Ibrohim ad-Dasuqiy radliyallohu 'anhu: "Tidaklah seorang murid memutus wiridnya kecuali madad hari itu akan terputus juga untuknya" .... sampai ahir kalam.
Jadi jika kita mendapat sebuah ijazah dari seorang guru yang kita yakini keshalihan dan barokah Allah ada padanya, dan kita telah mengamalkannya serta sudah dapat dirasakan walau baru sedikit, yaitu baru sebagian kecil dari keberkahan dan manfaat besar dari wirid tersebut, maka kita jangan meninggalkan wirid tersebut agar tidak terputus madadnya. Wallahu a'lam.